Sabtu, 21 November 2009

Fiqh Haji

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله الذى جعل كلمة التوحيد لعباده حرزا وحصنا وجعل البيت العتيق مثابتة للناس وأمنا وأكرمه بالنسبة الى نفسه تشريفا وتحصيناومنا وجعل زيارته والطواف به حجابا بين العبد وبين العذاب ومجنا والصلاة على محمد نبى الرحمة وسيد الأمة وعلى آله وصحبه قادة الحق وسادة الخلق وسلم تسليما كثيرا
أمابعد

Haji merupakan rukun Islam yang terakhir berdasarkan Hadits Nabi Saw dan juga pendapat Ulama yang mengatakan Puasa lebih utama darinya. Ia juga ajaran Nabi-nabi yang terdahulu, menurut sebuah riwayat, Nabi Adam a.s melakukan haji berangkat dari India menuju ke Ka`bah berjalan kaki sebanyak 40 kali. Jibril mengkhabari Nabi Adam bahwa para malaikat telah melakukan tawaf 7000 tahun sebelumnya.

Dalam Islam (ummat Rasulullah Muhammad saw) haji diwajibkan pada tahun ke enam hijriyah ada juga yang berpendapat pada tahun ke lima hijriyah. Rasulullah sangat banyak melakukan haji (ibadah dalam bentuk haji, Ibnu Hajar) sebelum kenabian dan sebelum hijrah. Sesudah hijrah hanya haji wida` saja yang sempat beliau kerjakan.

Haji menurut pengertian Syara` ialah mengunjungi ka`bah untuk mengerjakan sebuah ibadah yang telah ditetapkan ketentuan-ketentuannya demi memenuhi titah Allah swt dan mengharap ridha-Nya. Haji ke Baitullah setiap tahun adalah fardhu kifayah bagi ummat Islam seluruhnya. Wajib bagi setiap muslim yang terpenuhi olehnya syarat-syarat wajibnya haji sekali seumur hidupnya. Lebih dari sekali adalah sunnat hukumnya. Haji merupakan salah satu rukun Islam. Ia merupakan jihad bagi wanita muslimah, berdasarkan sebuah Hadits :

عن عائشة رضى الله عنها قالت : يا رسول الله هل على النساء جهاد ؟ قال : نعم، عليهن جهاد لاقتال فيه الحج والعمرة (رواه الإمام أحمد وابن ماجه بإسناد صحيح)

“Dari Aisyah r.a bahwasanya ia berkata ; “Wahai Rasulullah, wajibkah wanita berjihad?” Rasulullah menjawab “Ya, wajib bagi wanita suatu jihad yang tidak ada peperangan padanya, yaitu Haji dan Umrah”

Haji mempunyai syarat-syarat umum bagi laki-laki maupun perempuan, yaitu Islam, baligh, berakal dan kemampuan di sisi bekal dan harta. Syarat khusus bagi wanita adalah adanya suami walau fasiq, di dibolehkan suami yang fasiq karena seorang suami dalam kefasiqannya mempunyai rasa cemburu terhadap isterinya atas perbuatan yang hina atau adanya mahram (laki-laki yang haram mengawininya) baik mahram nasab seperti bapak, anak dan saudara laki-lakinya, atau mahram ridha` (sesusuan) maupun mahram mushaharah (perkawinan) seperti bapak suaminya, anak laki-laki suaminya atau suami ibunya walaupun mahram ini fasiq, karena dasar yang telah terdapat pada suami.

Jika tidak ada laki-laki yang telah tersebut di atas maka disyaratkan adanya tiga orang maka lebih banyak dari golongan wanita balighah terpercaya keadilannya walaupun seorang hamba sahaya. Wanita balighah yang menjadi temannya tidak disyaratkan mempunyai mahram. Seorang wanita wajib membayar upah standar jika mereka (suami, mahram atau wanita yang adil) tidak berpergian kecuali untuk menemaninya berhaji, ia tidak boleh memaksa mahramnya atau suaminya untuk menemaninya kecuali jika suami telah membatalkan hajinya dan wajib haji isterinya terhadapnya, maka suami harus menemani isterinya untuk berhaji tanpa ada upah.

Jika tidak ada orang yang tersebut di atas maka tidak wajib bagi seorang wanita berhaji dan tidak wajib diqadhakan hajinya dari harta peninggalannya.

RUKUN HAJI

Rukun haji adalah amalan yang harus dikerjakan dalam haji, jika salah satu rukun haji ditinggalkan maka haji tersebut tidak sah dan haji yang batal tersebut hukumnya wajib diqadha. Meninggalkan salah satu rukun haji tidaklah boleh diganti dengan Dam (denda karena malakukan larangan haji) berbeda dengan meninggalkan wajib haji. Rukun-rukun haji adalah :

1. Ihram

Ihram merupakan rukun yang pertama yang wajib dilaksanakan oleh jama`ah haji, ihram ini ibarat takbiratul ihram dalam sembahyag. Berarti bila ia telah berihram maka wajib baginya menunaikan seluruh apa yang menjadi rukun dan wajib haji dan menjauhi seluruh larangan-larangannya. Ihram adalah berniat mengerjakan haji. Disunatkan melafadhkannya (mengucap dengan lisan) dan talbiyah. Lafadhnya adalah ;

نويت الحج وأحرمت به لله تعالى لبيك اللهم لبيك لاشريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك لاشريك لك

2. Wukuf di `Arafah

Wukuf di `Arafah adalah berada sejenak di padang Arafah walau dalam keadaan tertidur, dalam perjalanan mencari sesuatu, tidak tahu sudah sampai di tempat `Arafah atau tidak tahu sudah sampai waktu untuk berwukuf. Syaratnya adalah seorang muslim harus ahliyah ibadah (orang yang dianggap sah ibadahnya), karena itu tidak sah wukuf orang yang pitam, mabuk secara sengaja atau bukan dan gila. Waktunya mulai dari tergelincir matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Jika seseorang meninggalkan tempat wukuf sebelum terbenam matahari disunatkan baginya menyembelih seekor kambing. Tempat wukuf yang afdhal untuk perempuan adalah pinggiran tempat wukuf, jika tidak dikhawatirkan adanya bahaya.
 Wanita boleh berwukuf dalam keadaan berhaidh, karena suci bukanlah salah satu syarat wukuf.

3. Tawaf Ifadah

Syarat tawaf
a. Suci dari hadats kecil dan besar
b. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
c. Menutup aurat
d. Berniat
e. Tawaf dilakukan di dalam mesjid
f. Di mulai dari hajar aswad dan disudahi di hajar aswad pula
g. Mengirikan ka`bah
h. Di Hijr Ismail dan dinding di atas Syazarwan (diding tempelan yang rendah melekat di ka`bah atau bagian bawah kaki ka`bah). Semua bangunan tersebut tidak boleh disentuh saat bertawaf, karena ia akan membatalkan putaran yang sedang dilakukan. Jika tersentuh maka untuk putaran tersebut wajib diulangi lagi.
i. Putaran dilakukan dengan sengaja, karena itu bila ia terbawa karena desakan maka ia harus mundur ke tempat semula ia terdesak.
j. Tidak ada tujuan lain, maka jika sesorang perempuan mempercepat langkahnya dengan tujuan agar tidak tersentuh laki-laki atau sebaliknya tidak diperhitungkan langkah yang telah ia lewati sebagai tawaf.
 Disunatkan melakukan shalat sunat tawaf sesudah tawaf
 Disunatkan tawaf dengan berjalan kaki jika tidak ada kesulitan
 Disunatkan berniat
 Tidak ada batasan khusus untuk waktu tawaf, namun dimakruhkan menundanya hingga hari raya apalagi jika sampai hari tasyrik
 Perempuan disunatkan melakukan tawaf jauh dari ka`bah
 Perempuan disunatkan Istilam (mengusap Hajar Aswad) ketika tidak ada Ajnabi (lelaki yang halal menikahinya) di tempat tawaf, jika ada Ajnabi maka tidak disunatkan Istilam tersebut.
 Perempuan tidak disunatkan Ramal (lari-lari kecil) dan Ishtiba` (mengepit kain selendang dengan ketiak kanan dan mengyelendangkannya ke atas bahu kiri) ketika tawaf.
 Sunat bagi perempuan menyegerakan tawaf Ifadhah, jika mereka takut didahului oleh datangnya haid dan sempit waktu.
 Disunatkan mengerjakan tawaf pada waktu malam jika ia cantik atau mulia (tidak menampakkan diri kepada laki-laki).

4. Sa`i

Sa`i adalah berjalan antara Safa (kaki bukit Abi Qubais) dan Marwah sebanyak 7 kali dimulai dari safa. Perhitungannya adalah mulai dari safa 1 kali dan kembali dari Marwah 1 kali hingga akhirnya (kali ke-7) dari safa. Tempat sa`i adalah di dasar lembah dan waktu melakukan sa`i adalah sesudah tawaf ifahdah atau jika belum berwuquf boleh melaksanakannya sesudah tawaf qudum dan ini terlebih afdhal serta tidak perlu lagi mengulanginya setelah tawaf ifadhah, bahkan hukumnya makruh. Jika telah terlebih dahulu berwukuf maka sa`i harus dilaksanakan setelah tawaf ifadhah, jika bukan demikian maka tidaklah sah sa`inya. Andai seorang jama`ah haji datang dari `arafah menuju ke Mekkah (Mesjidil Haram) sebelum perpertengahan malam disunatkan baginya tawaf qudum dan tidak boleh melakukan sa`i sesudahnya, namun sa`i hanya boleh di lakukan setelah tawaf ifadhah.
 Disunatkan bagi perempuan mendaki safa dan Marwah jika tidak ada Ajnabi atau jika ragu bila tidak mendaki, namun sekarang batasan keduanya tidak perlu diragukan lagi karena sudah pasti.
 Disunatkan terhadap perempuan berjalan seperti biasa dalam seluruh perjalanannya, walau dalam keadaan sunyi (tidak ada Ajnabi) atau malam hari.
 Perempuan tidak disunatkan Ramal (lari-lari kecil) dan Ishtiba` (mengepit kain selendang dengan ketiak kanan dan mengyelendangkannya ke atas bahu kiri) ketika sa`i.
 Disunatkan mengerjakan sa`i pada waktu malam jika ia cantik atau mulia (tidak menampakkan diri kepada laki-laki).
 Tidak ada batasan khusus untuk waktu sa`i, namun dimakruhkan menundanya hingga hari raya apalagi jika sampai hari tasyrik

5. Menghilangkan rambut

Paling kurang tiga helai rambut kepala harus dihilangkan untuk sahnya menghilangkan rambut kepala. Untuk perempuan lebih baik menghilangkan rambut dengan cara menggunting sepanjang satu ruas jari. Tidak ada batasan khusus untuk waktu menghilangkan rambut, namun dimakruhkan menundanya hingga hari raya apalagi jika sampai hari tasyrik

6. Tertib pada sebagian rukunnya

Susunan tertib rukun haji adalah :

1. Ihram di dahulukan dari seluruh rukun yang lain
2. Wukuf di dahulukan dari tawaf rukun (ifadhah) dan menghilangkan rambut
3. Tawaf di dahulukan dari sa`i, jika belum melakukan sa`i sesudah tawaf qudum
Rukun umrah adalah rukun haji kecuali wuquf di `Arafah dan wajib tertib menurut susunan, menunda menghilangkan rambut hingga setelah bersa`i, pada seluruh rukunnya.


WAJIB HAJI

Wajib haji adalah perbuatan yang apabila ditinggalkan harus membayar dam, wajib haji adalah ;

1. Ihram di Miqat Makani

Miqat Makani (tempat ihram) untuk jama`ah haji indonesia gelombang pertama (yang terlebih dahulu menuju ke Madinah) adalah Dzul Hulaifah atau Bir Ali, sedangkan untuk gelombang terakhir (yang langsung menuju ke Mekkah) adalah Jeddah (Bandara King Abdul Aziz). Asal miqat makani bagi jama`ah yang datang dari Tihamah adalah Yalamlam. Karena jauh antara Yalamlam dan Jeddah sama-sama 2 marhalah dan letaknya juga sejajar dengan Yalamlam maka boleh bagi jama`ah gelombang kedua berihram di Jeddah. Apabila seorang jama`ah tidak berihram dengan sengaja atau tidak pada tempat yang telah ditentukan maka ia harus kembali ke miqat tersebut atau tempat lain yang sama jaraknya dengan miqat untuk berihram, jika ia tidak kembali maka ia harus membayar dam satu ekor kambing. Waktu ihram (Miqat Zamani) untuk haji adalah mulai satu Syawwal sampai terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Jika seseorang berihram pada selain bulan tersebut maka ihramnya menjadi ihram umrah (diperhitungkan ihram haji tersebut menjadi ihram umrah).
 Wanita boleh berihram dalam keadaan berhaidh, karena suci bukanlah salah satu syarat ihram.

2. Mabit di Muzdalifah

Mabit di Muzdalifah maksudnya adalah berada di Muzdalifah pada pertengahan kedua dari malam nahar (lebaran) setelah wuquf di `Arafah. Tidak disyaratkan berhenti di sana atau mengetahui bahwa tempat tersebut adalah Muzdalifah, namun dianggap sah mabitnya walau hanya melaluinya saja atau berada di sana dalam keadaan tertidur atau berada disana untuk kepentingan lainnya.

Jika seorang jama`ah tidak berada di sana pada waktu tersebut atau berada di sana dan berangkat meninggalkannya sebelum pertengahan kedua malam dan ia tidak kembali lagi sebelum fajar maka ia harus membayar dam. Namun demikian jika ia meninggalkannya karena rasa takut atau sampai di `Arafah pada malam nahar atau penuh kesibukannya dengan wukuf atau berangkat dari `Arafah langsung menuju ke Mekkah untuk melaksanakan tawaf rukun karena itu ia tidak sempat bermabit di Muzdalifah maka tidak perlu baginya membayar dam.

 Di sunatkan terhadap wanita jika tidak ada fitnah dan orang yang lemah sesudah pertengahan kedua untuk berangkat menuju ke Mina.
 Di Muzdalifah para jama`ah memilih kerikil untuk melontar jamarah pada ke esokan harinya.

3. Mabit di Mina

Maksud mabit di Mina adalah berada di Mina pada sebagian besar waktu malam (lebih dari ½ malam) ke sebelas, duabelas dan ke tiga belas. Namun jika ia berangkat sebelum terbenam matahari hari ke dua dan melempar jamarah pada siang harinya maka hukumnya adalah boleh dan ia tidak perlu lagi bermabit pada malam ke tiga serta tidak perlu membayar dam. Melontar Jamarah

a. Jamarah `Aqabah. Jamarah ini dilontar setelah perpertengahan kedua malam nahar, waktu yang afdhal untuk melontar jamarah ini adalah setelah tergelincir matahari pada hari nahar dengan 7 biji batu atau yang dinamakan batu, seperti permata, batu cincin dan lain sebagainya.
b. Jamarah tiga hari tasyrik, setiap satu hari dari tiga hari tasyrik dilempar tiga jamarah, setiap jamarah 7 biji batu. Wajib terlebih dahulu melempar untuk hari pertama, kemudian untuk jamarah pertama dan selanjutnya ke dua dan ke tiga. Tidak boleh seorang jama`ah melempar jamarah orang lain sebelum ia melempar jamarah dirinya. Tidak boleh memalingkan niat dari nusuk dalam pelemparan jamarah. Bila telah berangkat dari mina setelah melempar jamarah hari kedua maka ia tidak perlu lagi melempar untuk hari ketiga. Jika tidak sempat melempar pada suatu hari, maka ia melemparkannya pada hari berikutnya, jika tidak ia harus membayar dam


4. Tawaf Wida`

Apabila seorang jama`ah ingin keluar dari kota Mekkah setelah selesai mengerjakan seluruh rukun haji, maka ia melakukan tawaf wida` (perpisahan), ia tidak boleh menetap di Mekkah setelah melakukan tawaf wida` tersebut, jika ia menetap setelah melaksanakannya ia wajib mengulanginya kembali. Jika seorang jama`ah keluar dari kota Mekkah tanpa melakukan tawaf wida` sudah melewati batas musafah qashar (batasan yang boleh mengqashar sembahyang) atau belum melewati musafah qashar namun ia tidak kembali ke Mesjidil Haram untuk melakukan tawaf wida` atau ia telah melakukan tawaf wida` namun masih menetap di Mekkah setelah melaksanakannya dan tidak mengulanginya kembali atau meninggalkan satu kali putaran maka ia wajib membayar Dam kamil (satu ekor kambing atau biri-biri), kecuali wanita yang berhaidh, boleh baginya keluar dari kota Mekkah tanpa melakukan tawaf wida`. Jika wanita tersebut suci (habis masa haidh) dan ia masih berada dalam daerah yang terdapat bangunan-bangunan kota Mekkah maka wajib baginya tawaf wida`, kecuali jika ia telah berada pada tempat yang tidak terdapat lagi bangunan-bangunan kota Mekkah walaupun masih dalam daerah Tanah Haram maka tidak wajib baginya tawaf wida`.


LARANGAN DALAM IHRAM

1. Menutup muka dan memakai sarung tangan, kecuali jika berhajat seperti karena sangat dingin atau sangat panas. Boleh bagi perempuan memakai pakaian yang berjahit.

2. Memakai wangi-wangian pada pakaian atau badan dan minyak rambut di kepala atau jenggot. Dimakruhkan mandi memakai sabun mandi dan shampo yang berfungsi untuk membersihkan.
3. Menghilangkan bulu/rambut dengan mencukur atau lainnya dan mengerat kuku tangan atau kaki kecuali karena uzur. Dam untuk sehalai rambut atau satu kuku adalah satu mud makanan, dua helai atau dua kuku adalah dua mud dan untuk tiga helai maka lebih adalah dam kamil (satu ekor kambing)

4. Bersenggama dan pendahuluannya sebelum tahallul kedua. Maksud bersenggama di sini adalah mengeluarkan mani dengan cara apapun. Jima` atau bersenggama dapat membatalkan haji jika terjadi sebelum tahallul pertama dan ia harus membayar denda se ekor unta. Dalam keadaan tidak sah haji atau umrahnya ia wajib menyempurnakan seluruh rukun-rukunnya dan mengkadhanya sesegara mungkin sekalipun hajinya haji sunat karena dalam masalah haji jika telah berihram wajib menyempurnakan seluruh kewajibannya, berbeda dengan ibadah sunat yang lain dimana dengan membatalkannya berarti keluar dari ibadah tersebut.
5. Memakan binatang buruan darat.

6. Berburu binatang darat dan mencabut kayu atau memotong ranting kayu dalam tanah Haram Mekkah, Madinah maupun di lembah Thaif.

7. Jika dilanggar hal yang telah tersebut di atas maka wajib membayar dam dengan menyembelih kambing dan dibagikan ke fakir miskin Mekkah, jika tidak mampu maka puasa 7 hari di Mekkah dan 3 hari dikampung halaman.

والله أعلم بالصواب

Share/Bookmark

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

komentar anda?