Penentang Pertama :
Ada beberapa orang yang menentang adanya poligami dengan berdalih pada surat an-Nisa’ ayat 129 berikut ini :
“Dan kalian sekali-kali tidak akan mampu berlaku adil di antara para wanita (istri-istri kalian), walaupun kalian sangat menginginkannya, karena itu janganlah kalian condong pada tiap-tiap kecenderungan (istri yang kalian cintai saja) sehingga kalian biarkan yang lain seperti terkatung-katung, dan jika kalian mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. [4] An-Nisa’ : 129).
Jawaban :
Ketahuilah bahwa yang dimaksud kata-kata “ADIL” di dalam ayat tersebut menurut pendapat mayoritas ulama ahli tafsir adalah adil di dalam urusan nafkah dan giliran, bukan adil di dalam urusan hati dan cinta. Karena keadilan urusan hati dan cinta itu hanya milik Alloh SAW saja, dan tidak ada satu orang-pun yang mampu melakukannya sebagaimana hal tersebut juga terjadi kepada diri Rasululloh SAW.
Dari Aisyah r.a, berkata : Adalah Rasulullah SAW, membagi kepada para istrinya, lalu beliau berusaha berbuat adil, dan beliau berdo’a : “Ya Allah, ini adalah bagianku di dalam apa yang telah aku miliki, maka janganlah Engkau mencela kepadaku di dalam apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki”. (H.R. Abu Dawud, No Hadits : 2134, dan At-Tirmidzi, No Hadits : 1140, dan Ibnu Majah, No Hadits : 1971, dan Ahmad, No Hadits : 25165). Dan mereka berkata : Yang dimaksud adalah HATI, dan di dalam satu riwayat adalah CINTA.
Dan di dalam hadits shohih al-Bukhari dan Muslim juga telah di jelaskan bahwa ‘Aisyah adalah istri yang paling dicintai oleh Rasululloh SAW, sedangkan para istri yang lain juga telah mengetahui hal itu. (Ihya’ Ulumiddin 2/60).
Hal ini sebagai bukti bahwa mencintai salah satu istri melebihi cintanya kepada istri-istri yang lainnya adalah boleh, asalkan tetap adil di dalam masalah pembagian nafkah dan giliran.
Dan bahkan di dalam hadits shohih al-Bukhari No : 5212 dan Muslim No : 1463 juga telah dijelaskan bahwa salah satu istri Rasululloh SAW yang bernama Saudah binti Zam’ah telah merelakan giliran hari-harinya untuk ‘Aisyah. Hal ini beliau lakukan agar Rasululloh SAW tidak jadi menceraikan dirinya.
Dari Ibnu Abbas ra berkata : Saudah takut kalau Rasululloh SAW menceraikan dirinya, lalu dia berkata : Wahai Rasululloh, janganlah engkau menceraikan diriku, dan jadikanlah hari-hariku untuk ‘Aisyah, lalau Rasululloh SAW melakukannya”. (Periksa Tafsir Ibnu Katsir).
Dan perlu di ingat bahwa istri Rasululloh SAW saat itu berjumlah sembilan orang, dan karena beliau memberikan gilirannya Saudah binti Zam’ah kepada ‘Aisyah, maka beliau menggilir para istri dalam waktu delapan hari dengan pembagian masing-masingnya selama satu hari.
Coba bayangkan wahai para wanita muslimah zaman ini, bagaimana perasaan kalian kalau seandainya selama delapan hari baru mendapat giliran satu hari saja??? Apakah kalian akan meniru gaya hidup para istri Rasululloh SAW ataukah gaya hidup orang-orang barat???.
Penentang Kedua :
Ada orang yang menentang poligami dengan alasan bahwa orang yang berpoligami itu hanya menjadi budak hawa nafsu belaka dan bukan karena adanya dasar syari’at atau ingin mejalankan sunnah Rasululloh SAW.
Jawaban :
Ketahuilah, bahwa orang yang menentang adanya poligami dengan alasan seperti itu adalah mereka yang sok suci dan sok mampu menundukkan hawa nafsunya. Kalau memang seseorang mampu menundukkan nafsu syahwatnya dengan memperbanyak ibadah yang lain, maka hal itu lebih baik, namun bagi orang yang tidak mampu maka poligami adalah solusinya karena syari’at Islam itu telah mengatur bagaimana seseorang dapat menyalurkan nafsu syahwatnya ke tempat-tempat yang halal dan berpahala, oleh sebab itu Alloh SAW telah memberikan solusi terbaik dengan dihalalkannya poligami.
Rasullulloh SAW bersabda : “Dan di dalam persetubuhan salah seorang di antara kalian adalah sedekah”, mereka bertanya : Wahai Rasululloh, apakah salah seorang di antara kami mendatangi syahwatnya dan ada baginya di dalamnya pahala?, beliau menjawab : “Apakah pendapat kalian kalau seseorang meletakkannya di dalam yang haram apakah ada baginya dosa? Maka demikian halnya apabila dia meletakkannya di dalam yang halal, maka ada baginya pahala”. (H.R. Muslim No : 720, 1006) dari Abu Dzar ra.
Di dalam syarah kitab al-Arba’in an-Nawawi dijelaskan :
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya syahwat jima’ adalah syahwat yang dicintai oleh para nabi dan orang-orang sholeh, mereka berkata : Karena sesuatu yang ada di dalamnya dari kemaslahatan agama dan dunia, dan dari menahan pandangan dan memecahkan syahwat dari perzinahan serta sampainya keturunan yang meyempurnakan ramainya dunia dan banyaknya umat manusia hingga hari kiamat, mereka berkata : Segenap syahwat pelampiasannya akan mengeraskan hati kecuali yang ini, karena sesungguhnya syahwat yang ini akan melembutkan hati. (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, 83).
Dan perlu menjadi catatan bahwa istrinya Nabi Dawud AS berjumlah sembilan puluh sembilan orang, sedangkan istrinya Nabi Sulaiman berjumlah seribu orang.
Penentang Ketiga :
Ada orang yang menentang adanya poligami dengan hadits yang menceritakan tentang kisah Sayyidina Ali bin Abu Thalib yang bermaksud berpoligami, lalu dilarang oleh Rasululloh SAW.
Jawaban :
Ketahuilah, bahwa Rasululloh SAW tidak melarang secara mutlak adanya poligami kepada Ali bin Abu Thalib, namun karena ada satu sebab, yaitu yang hendak dikhitbah oleh Ali adalah putrinya Abu Jahal, sedangkan Abu Jahal adalah musuh Islam, sehingga tidak mungkin putri Rasululloh SAW akan dimadukan dengan putrinya Abu Jahal. Dan berikut ini adalah salah satu redaksi hadits tersebut :
Dari Al-Miswar bin Makhromah, sesungguhnya Ali bin Abu Thalib mengkhitbahi putrinya Abu Jahal sedangkan di sisinya ada Fathimah putrinya Rasululloh SAW, lalu tatkala Fathimah mendengar hal itu, maka ia mendatangi Rasululloh SAW lalu berkata kepada beliau : Sesungguhnya kaum-mu menceritakan bahwa sesungguhnya engkau tidak akan marah kepada putrimu, dan ini Ali menikahi putrinya Abu jahal, lalu Rasululloh SAW berdiri, lalu beliau membaca syahat, kemudian bersabda “Amma Ba’du” : “Sesungguhnya aku telah menikahkan Abu al-Ash bin ar-Rabi’, lalu dia bercerita kepadaku dan berbuat benar kepadaku, dan sesungguhnya Fathimah binti Muhammad adalah sekerat daging dariku, dan sesuggguhnya aku hanyalah tidak suka kalau mereka membuat fitnah kepadanya, dan sesungguhnya dia demi Alloh tidak akan berkumpul putrinya Rasululloh dengan putrinya musuhnya Alloh di sisi satu orang lelaki untuk selama-lamanya”. Lalu Ali meninggalkan khitbahnya”. (H.R. Muslim No : 4485).
Dan perlu menjadi catatan, bahwa Sayyidina Ali bin Abu Thalib setelah ditinggal wafat oleh Fathimah beliau juga berpoligami. Wallohu A’lam.
sumber: http://www.facebook.com/groups/warposan/doc/252546404783619/
Ada beberapa orang yang menentang adanya poligami dengan berdalih pada surat an-Nisa’ ayat 129 berikut ini :
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا. النساء : ١٢٩
“Dan kalian sekali-kali tidak akan mampu berlaku adil di antara para wanita (istri-istri kalian), walaupun kalian sangat menginginkannya, karena itu janganlah kalian condong pada tiap-tiap kecenderungan (istri yang kalian cintai saja) sehingga kalian biarkan yang lain seperti terkatung-katung, dan jika kalian mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. [4] An-Nisa’ : 129).
Jawaban :
Ketahuilah bahwa yang dimaksud kata-kata “ADIL” di dalam ayat tersebut menurut pendapat mayoritas ulama ahli tafsir adalah adil di dalam urusan nafkah dan giliran, bukan adil di dalam urusan hati dan cinta. Karena keadilan urusan hati dan cinta itu hanya milik Alloh SAW saja, dan tidak ada satu orang-pun yang mampu melakukannya sebagaimana hal tersebut juga terjadi kepada diri Rasululloh SAW.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ فَيَعْدِلُ، وَيَقُولُ : اللَّهُمَّ هَذَا قِسْمِي فِيمَا أَمْلِكُ، فَلاَ تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ {رواه أبو داود (٢١٣٤)، والترمذي (١١٤٠)، وابن ماجه (١٩٧١)، وأحمد (٢٥١٦٥)}. وَقَالُوا : يَعْنِي الْقَلْبَ، وفي رواية : الْحُبّ
Dari Aisyah r.a, berkata : Adalah Rasulullah SAW, membagi kepada para istrinya, lalu beliau berusaha berbuat adil, dan beliau berdo’a : “Ya Allah, ini adalah bagianku di dalam apa yang telah aku miliki, maka janganlah Engkau mencela kepadaku di dalam apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki”. (H.R. Abu Dawud, No Hadits : 2134, dan At-Tirmidzi, No Hadits : 1140, dan Ibnu Majah, No Hadits : 1971, dan Ahmad, No Hadits : 25165). Dan mereka berkata : Yang dimaksud adalah HATI, dan di dalam satu riwayat adalah CINTA.
Dan di dalam hadits shohih al-Bukhari dan Muslim juga telah di jelaskan bahwa ‘Aisyah adalah istri yang paling dicintai oleh Rasululloh SAW, sedangkan para istri yang lain juga telah mengetahui hal itu. (Ihya’ Ulumiddin 2/60).
Hal ini sebagai bukti bahwa mencintai salah satu istri melebihi cintanya kepada istri-istri yang lainnya adalah boleh, asalkan tetap adil di dalam masalah pembagian nafkah dan giliran.
Dan bahkan di dalam hadits shohih al-Bukhari No : 5212 dan Muslim No : 1463 juga telah dijelaskan bahwa salah satu istri Rasululloh SAW yang bernama Saudah binti Zam’ah telah merelakan giliran hari-harinya untuk ‘Aisyah. Hal ini beliau lakukan agar Rasululloh SAW tidak jadi menceraikan dirinya.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : خَشيت سَوْدَة أن يطلقها رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقالت : يا رسول الله، لا تطلقني واجعل يومي لعائشة، ففعل. تفسير ابن كثير
Dari Ibnu Abbas ra berkata : Saudah takut kalau Rasululloh SAW menceraikan dirinya, lalu dia berkata : Wahai Rasululloh, janganlah engkau menceraikan diriku, dan jadikanlah hari-hariku untuk ‘Aisyah, lalau Rasululloh SAW melakukannya”. (Periksa Tafsir Ibnu Katsir).
Dan perlu di ingat bahwa istri Rasululloh SAW saat itu berjumlah sembilan orang, dan karena beliau memberikan gilirannya Saudah binti Zam’ah kepada ‘Aisyah, maka beliau menggilir para istri dalam waktu delapan hari dengan pembagian masing-masingnya selama satu hari.
Coba bayangkan wahai para wanita muslimah zaman ini, bagaimana perasaan kalian kalau seandainya selama delapan hari baru mendapat giliran satu hari saja??? Apakah kalian akan meniru gaya hidup para istri Rasululloh SAW ataukah gaya hidup orang-orang barat???.
Penentang Kedua :
Ada orang yang menentang poligami dengan alasan bahwa orang yang berpoligami itu hanya menjadi budak hawa nafsu belaka dan bukan karena adanya dasar syari’at atau ingin mejalankan sunnah Rasululloh SAW.
Jawaban :
Ketahuilah, bahwa orang yang menentang adanya poligami dengan alasan seperti itu adalah mereka yang sok suci dan sok mampu menundukkan hawa nafsunya. Kalau memang seseorang mampu menundukkan nafsu syahwatnya dengan memperbanyak ibadah yang lain, maka hal itu lebih baik, namun bagi orang yang tidak mampu maka poligami adalah solusinya karena syari’at Islam itu telah mengatur bagaimana seseorang dapat menyalurkan nafsu syahwatnya ke tempat-tempat yang halal dan berpahala, oleh sebab itu Alloh SAW telah memberikan solusi terbaik dengan dihalalkannya poligami.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وفي بضع أحدكم صدقة، قالوا : يا رسول الله، أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال : أرأيتم لو وضعها في حرام أكان له وزر؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر. رواه مسلم (٧٢٠، ١٠٠٦) عن أبي ذر رضي اله عنه
Rasullulloh SAW bersabda : “Dan di dalam persetubuhan salah seorang di antara kalian adalah sedekah”, mereka bertanya : Wahai Rasululloh, apakah salah seorang di antara kami mendatangi syahwatnya dan ada baginya di dalamnya pahala?, beliau menjawab : “Apakah pendapat kalian kalau seseorang meletakkannya di dalam yang haram apakah ada baginya dosa? Maka demikian halnya apabila dia meletakkannya di dalam yang halal, maka ada baginya pahala”. (H.R. Muslim No : 720, 1006) dari Abu Dzar ra.
Di dalam syarah kitab al-Arba’in an-Nawawi dijelaskan :
إعلم، أن شهوة الجماع شهوة أحبها الأنبياء والصالحون، قالوا : لما فيها من المصالح الدينية والدنيوية، ومن غض البصر وكسر الشهوة عن الزنا وحصول النسل الذي تتم به عمارة الدنيا وتكثر به الأمة إلى يوم القيامة، قالوا : وسائر الشهوات يقسي تعاطيها القلب إلا هذه، فإنها ترق القلب
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya syahwat jima’ adalah syahwat yang dicintai oleh para nabi dan orang-orang sholeh, mereka berkata : Karena sesuatu yang ada di dalamnya dari kemaslahatan agama dan dunia, dan dari menahan pandangan dan memecahkan syahwat dari perzinahan serta sampainya keturunan yang meyempurnakan ramainya dunia dan banyaknya umat manusia hingga hari kiamat, mereka berkata : Segenap syahwat pelampiasannya akan mengeraskan hati kecuali yang ini, karena sesungguhnya syahwat yang ini akan melembutkan hati. (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah, 83).
Dan perlu menjadi catatan bahwa istrinya Nabi Dawud AS berjumlah sembilan puluh sembilan orang, sedangkan istrinya Nabi Sulaiman berjumlah seribu orang.
Penentang Ketiga :
Ada orang yang menentang adanya poligami dengan hadits yang menceritakan tentang kisah Sayyidina Ali bin Abu Thalib yang bermaksud berpoligami, lalu dilarang oleh Rasululloh SAW.
Jawaban :
Ketahuilah, bahwa Rasululloh SAW tidak melarang secara mutlak adanya poligami kepada Ali bin Abu Thalib, namun karena ada satu sebab, yaitu yang hendak dikhitbah oleh Ali adalah putrinya Abu Jahal, sedangkan Abu Jahal adalah musuh Islam, sehingga tidak mungkin putri Rasululloh SAW akan dimadukan dengan putrinya Abu Jahal. Dan berikut ini adalah salah satu redaksi hadits tersebut :
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ خَطَبَ بِنْتَ أَبِي جَهْلٍ وَعِنْدَهُ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا سَمِعَتْ بِذَلِكَ فَاطِمَةُ أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَهُ : إِنَّ قَوْمَكَ يَتَحَدَّثُونَ أَنَّكَ لاَ تَغْضَبُ لِبَنَاتِكَ وَهَذَا عَلِيٌّ نَاكِحًا ابْنَةَ أَبِي جَهْلٍ، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعْتُهُ حِينَ تَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ : فَإِنِّي أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ فَحَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي وَإِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ مُضْغَةٌ مِنِّي وَإِنَّمَا أَكْرَهُ أَنْ يَفْتِنُوهَا، وَإِنَّهَا وَاللَّهِ لاَ تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ وَبِنْتُ عَدُوِّ اللَّهِ عِنْدَ رَجُلٍ وَاحِدٍ أَبَدًا، فَتَرَكَ عَلِيٌّ الْخِطْبَةَ. رواه مسلم (٤٤٨٥). حديث صحيح
Dari Al-Miswar bin Makhromah, sesungguhnya Ali bin Abu Thalib mengkhitbahi putrinya Abu Jahal sedangkan di sisinya ada Fathimah putrinya Rasululloh SAW, lalu tatkala Fathimah mendengar hal itu, maka ia mendatangi Rasululloh SAW lalu berkata kepada beliau : Sesungguhnya kaum-mu menceritakan bahwa sesungguhnya engkau tidak akan marah kepada putrimu, dan ini Ali menikahi putrinya Abu jahal, lalu Rasululloh SAW berdiri, lalu beliau membaca syahat, kemudian bersabda “Amma Ba’du” : “Sesungguhnya aku telah menikahkan Abu al-Ash bin ar-Rabi’, lalu dia bercerita kepadaku dan berbuat benar kepadaku, dan sesungguhnya Fathimah binti Muhammad adalah sekerat daging dariku, dan sesuggguhnya aku hanyalah tidak suka kalau mereka membuat fitnah kepadanya, dan sesungguhnya dia demi Alloh tidak akan berkumpul putrinya Rasululloh dengan putrinya musuhnya Alloh di sisi satu orang lelaki untuk selama-lamanya”. Lalu Ali meninggalkan khitbahnya”. (H.R. Muslim No : 4485).
Dan perlu menjadi catatan, bahwa Sayyidina Ali bin Abu Thalib setelah ditinggal wafat oleh Fathimah beliau juga berpoligami. Wallohu A’lam.
sumber: http://www.facebook.com/groups/warposan/doc/252546404783619/
0 komentar:
Posting Komentar
komentar anda?