Kamis, 17 Maret 2011

Masjid Schwetzingen: Berdiri demi Toleransi

“Jika muslim Turki hijrah ke negara ini dan mampu mengamalkan esensi ajarannya dengan baik dan benar, kita akan mendirikan masjid untuk mereka,” kata Raja Frederick II.

Perkembangan Islam di Eropa semakin pesat. Sejalan dengan itu, ribuan tempat ibadah berdiri dengan megah. Tak terkecuali di Jerman. Siapa yang mengira, di negara itu terdapat ribuan masjid sejak akhir abad ke-18. Sedikitnya sekitar 2.500 masjid, namun hanya 160 yang dikenal luas.

Salah satu masjid yang terkenal hingga ke pelosok dunia adalah Masjid Schwetzingen. Masjid yang terletak di kompleks Istana Schwetzingen, Jerman, ini adalah masjid pertama yang dibangun di Jerman. Adalah Raja Frederick II yang membangunnya pada tahun 1796. Menurutnya, semua agama adalah sama dan baik. “Jika muslim Turki hijrah ke negara ini dan mampu mengamalkan esensi ajarannya dengan baik dan benar, kita akan mendirikan masjid untuk mereka,” katanya.

Pada tahun 1779 arsitek berkebangsaan Prancis, Nicolas de Pigage, mulai merancang masjid. Proses pembangunannya sendiri memakan waktu selaman 15 tahun, sejak tahun 1779, hingga tahun 1796.

Konon, selain untuk menghormati toleransi, Masjid Schwetzingen sengaja dibangun sebagai hadiah kepada salah satu bangsawan kerajaan yang beragama Islam.

Masjid Schwetzingen terbilang unik. Lokasinya berada di dalam kompleks Istana Schwetzingen. Bagunan Masjid Schwetzingen mengedepankan gaya arsitektur Oriental. Namun bukan berarti menafikan gaya arsitektur Islam. Arsitek kelahiran 1723, Nicolas de Pigage, juga menggabungkan arsitektur Oriental dengan elemen-elemen dari arsitektur Islam Moor dan eksotisme dari kisah-kisah dongeng Seribu Satu Malam. Masjid ini disebut-sebut sebagai bangunan terbesar pertama bergaya Oriental.

Tak hanya itu. Sang arsitek merancang Masjid Schwetzingen dengan menggunakan konsep taman. Karenanya, masjid ini menjadi masjid taman pertama yang dibangun pada abad ke-18, dan hingga kini masih berdiri megah di kawasan Eropa. Taman yang berada di sekeliling bangunan masjid mengadopsi konsep taman-taman di Turki.

Pesona arsitektur Timur secara jelas sudah bisa ditangkap manakala pengunjung melihat bagian luar bangunan Masjid Schwetzingen. Pengaruh arsitektur Timur ini semakin tampak jelas kita pengunjung memasuki bagian tengah masjid, yang berbentuk kubah bundar, yang diapit oleh ruangan-ruangan berbentuk persegi. Sementara gaya Oriental juga tampak kental pada interior masjid, dengan penggunaan mozaik marmer pada lantai di ruang bagian tengah.

Bagian langit-langit masjid dihiasi dengan ornamen dari bahan plesteran. Sementara bagian atas tembok diberi delapan buah pilaster yang berfungsi untuk memperkuat kedudukan tembok agar kokoh. Di bagian tengah bangunan masjid terdapat ruangan khusus bagi para imam masjid.

Permukaan dinding masjid bagian dalam dihiasi lukisan dan sepuhan emas. Sementara permukaan dinding masjid bagian luar dan di langit-langit kubah dihiasi dengan kaligrafi kutipan ayat-ayat Al-Quran surah tertentu.

Untuk mencapai bagian teras depan masjid, pengunjung harus melewati sejumlah tiang pilar yang dari kejauhan tampak terlihat seperti memainkan siluet bayangan dan cahaya secara bergantian.

Seperti bangunan masjid lainnya yang dibangun pada masa pemerintahan Turki Usmani, Masjid Schwetzingen juga dilengkapi dengan bangunan menara. Menara tersebut menghiasi kedua sisi bangunan masjid. Namun, sayangnya menara Masjid Schwetzingen ini tertutup bagi kunjungan wisatawan. Karena letaknya yang di dalam kompleks istana.

Kecuali hari Senin, bangunan Masjid Schwetzingen terbuka bagi kunjungan masyarakat umum. Tapi, yang juga disayangkan, bangunan masjid ini sekarang tidak lagi digunakan sebagai tempat shalat. Saat ini, Masjid Schwetzingen hanya difungsikan sebagai bangunan bersejarah dan obyek wisata, seperti halnya bangunan lainnya yang berada di dalam kompleks Istana Schwetzingen.

Padahal, seperti di Indonesia, misalnya, masjid-masjid klasik dan bernilai sejarah pun tetap digunakan sebagai tempat shalat. Bahkan masjid-masjid yang pernah menjadi tempat shalat para wali, misalnya, dipercaya lebih mustajab dan memberikan lebih banyak barakah.

sumber: http://www.majalah-alkisah.com/index.php/home/724-masjid-schwetzingen-berdiri-demi-toleransi
Share/Bookmark

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

komentar anda?