Dalil yang mendukung hal ini adalah perkataan Ibnu Abbas ra.
امر الله نساء المؤمنين اذا اخرجن من بيوتهن في حاجة ان يغطين وجوههن من فوق رؤسهن ب الجلا بيب يبدين عينا واحداة
Perkataan Ibnu Abbas ini tersebut dalam kitab tafsir Al qasimiy juzuk 5 hal 542 dan tafsir Ibnu kasfir juzu` 3 hal 518
قال محمد بن سفيرين يألت عبيدة السلماني عن قول الله عز وجل (ويد نين عليهن من جلابيهن)
فغطي وجهوه وبرز عنه السري
Dari kata “يبدين عينا واحداة” secara jelas menunjuki bahwa aurat wanita itu seluruh badan.
Dewasa ini muncul kalangan yang dengan alasan pembelaan terhadap wanita mereka mengeluarkan statemen yang mengatakan bahwa wanita muslimah tidak wajib menutup auratnya, jilbab itu bukanlah syariat Islam tapi hanyalah tradisi kalangan arab saja.
Alasan-alasan yang mereka kemukakan antara lain:
1. mereka mengatakan kewajiban memakai jilbab yang tersebut dalam surat Al-Ahzab Ayat 59 dan surah An-Nur Ayat 30-31 hanya berlaku untuk istri dan anak Nabi SAW. pendapat mereka terhadap Ayat-Ayat tersebut bersifat politis, karena Ayat-ayat tersebut turun untuk menjawab serangan yang dilancarkan oleh kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubai dan konco-konconya terhadap kaum muslimin, serangan kaum munafik ini “memakai” perempuan islam dengan cara menfitnah istri-istri nabi, menurut mereka bahwa penurunan Ayat-ayat tersebut khusus terhadap keluarga Nabi.
Dalam ini mereka mengatakan, bila menggunakan dalil penetapan hukum islam (qaedah) “العبرة بخصوص السبب لا بعموم اللفظ” (penetapan hukum harus berdasarkan sebab yang spesifik bukan berdasarkan teks yang general). Maka akan menghasilkan bahwa jilbab hanya diwajibkan bagi istri-istri dan anak-anak Nabi saja, tidak untuk wanita secara umumnya.
Sedangkan bila menggunakan qaedah"العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب" (penetapan hukum harus berdasarkan tesk generalnya bukan berdasarkan bukan sebab yang spesifik) maka kesimpulan hukum yang dapat diambil adalah bahwa jilbab diwajibkan kepada seluruh perempuan beriman.
Dari penetapan hukum islam ini, timbullah perbedaan Ulama tentang kewajiban memakai jilbab terhadap wanita muslim. Ummat islam memiliki kebebasan penuh untuk memilih hukum mana yang menurutnya lebih benar, demikian kata-kata yang mengatakan jilbab bukanlah satu kewajiban terhadap wanita islam.
Perlu diketahui terjadi perbedaan pendapat Ulama tetang kedua qaedah (dalil) penetapan hukum islam tersebut, mana yang harus digunakan. Menurut kebanyakan Ulama (jumhur) dalil penetapan hukum "العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب" dan inilah pedapat yang kuat.
Sedangkan menurut sebagian Ulama lainnya dalil penetapan hukum yang berlaku adalah "العبرة بخصوص السبب لا بعموم اللفظ"maksudnya lafaz satu ayat hanya tertuju pada sebab turun ayat tersebut, Sedangkan hal-hal lainnya yang sama dengannya tidak bisa diketahui hukumnya dari ayat tersebut, tetapi dapat diketahui dari dalil yang lain yaitu dengan qiaskan (analogi) atau berdasarkan hadits Nabi yang menyebutkan:
حكمي علي الواحد حكمي علي الجماعة
Jadi para ulama telah sepakat bahwa Nash yang umum yang datang karena satu sebab yang khusus. Tetap berlaku pada selain sebab, hanya saja menurut jumhur berlaku pada selain sebab dengan diri nash tersebut, sedangkan menurut Ulama lainnya berlaku pada lain sebab karena dalil yang lain yaitu qias atau hadist di atas,
Dapat disimpulkan walaupun kita berpegang pada pendapat selain jumhur yaitu penetapan hukum harus berdasarkan sebab yang spesifik bukan berdasarkan teks yang general maka tidak bisa kita memutuskan bahwa kewajiban memakai jilbab hanya khusus kepada keluarga Rasulullah SAW semata, karena hukum selain sebab tidak dapat difahami dari nash tersebut, tetapi walaupun demikian wanita selain Nabi dapat diqiaskan (analogi) kepada keluarga Nabi. Maka orang yang berpendapat bahwa memakai jilbab hanya kepada keluarga Nabi saja, sangatlah tidak berdasar.
2. Wanita dari kalangan keluarga Ulama terpandang di indonesia banyak yang tidak mennngenakan jilbab, sehingga praktek yang mereka lakukan itu boleh jadi dapat dinilai sebagai pembenaran atas pendapat yang mengatakan bahwa yang terpenting dari wanita adalah menampilkan mereka dalam bentuk terhormat, sehingga tidak mengundang gangguan dari mereka yang usil, walaupun dengan tidak memakai jilbab.
Perlu diketahui bahwa wanita keluarga Ulama bukanlah Ma`sum (terpelihara dari dosa) dan perbuatan mereka tidak dapat dijadikan hujjah (dalil) terhadap suatu hukum, Toh, para Ulama-Ulama tersebut walaupun terdapat sebagaian keluarganya yang tidak berjilbab yang sesuai dengan tuntutan agama (menutupi seluruh badan) mereka tetap berpegang teguh bahwa aurat wanita itu adalah seluruh badan.
3. mereka mengemukakan bila tubuh wanita itu aurat maka akhirnya serba-aurat. Implikasinya, perempuan tak bisa melakukan aktifitas apa-apa sebagai manusia yang diciptakan Allah karena serba Aurat.
Alasannya walaupun wanita itu dikatakan serba aurat, dengan menutupi aurat, tidak menghalangi mereka untuk melaksanakan sberbagai macam kegiatan.
1 komentar:
Posting Komentar
komentar anda?