Sabtu, 23 April 2011

Ziarah Kubur (1)

Ziarah kubur dan perhatian terhadap para pendahulu yang telah meninggalkan kita adalah sebuah fenomena yang selalu disaksikan dalam sepanjang sejarah anak Adam. Ia tidak terbatas hanya pada masyarakat yang mengimani sebuah agama, tidak juga hanya di kalangan umat Islam semata, akan tetapi ia menjadi perhatiaan berbagai macam masyarakaat dengaan berbagai kecenderungan pikirannya.


Kecenderungan yang memotivasi manusia untuk memberikan perhatiannya kepada mereka yang telah wafat dengan menziarahi makam daan pekuburannya adalah muncul dari berlimpahnya raihan-raihan positif yang akan didapat darinya, baik pada tataran individu maupun sosial. Karenanya, ia selalu menyita perhatiaan berbagai bangsa dan masyarakat.



Syari’at Islam telah menampakkan perhatiannya yang besar terhadap masalah ziarah kubur. Dalam banyak kesempatan, Islam menganjurkannya. Semuaa itu demi tercapainya raihan- raihan positif tarbawiyah (yang bersifat mendidik) yang akan disumbangkan praktik ini.



Di antara manfa’at dan faedah berziarah adalah sebagai berikut:



A] Ibrah dan Pelajaran. Ziarah kubur adalah sebuah medium bagi instropeksi diri dan pengingat yang akan memberikan pelajaran berharga, di mana seorang peziarah akan memahami bahwa kesudahannya akan sama dengan kesudahan orang yang sedang ia ziarahi makamnya. Lahirnya perasaan itu akan menjadi pengekang kuat bagi terhanyutnya seorang dalam arus kehinaan. Karenanya Islam, menekankan dalam salah satu hadis yang disabdakan Nabi saw. Adanya faedah ini. Rasulullah saw. bersabda:



“Dahulu aku melaraang kalian menziaarahi pekuburan, maka sekarangn ziarahilah pekuburan itu, karena di dalamnya terdapat ibrah (pelajaaran baik).”[1]



Pelajaran dari ziarah kubur di atas tidak terbatas pada ketika berziarah ke kuburan kaum Shâlihîn semata, akan tetapi kita dapati Al Qur’an membimbing kita agar mengambil ibrah walaupun dari kuburan kaum durjana dan zalim sekalipun. Dalam ayat 92 surah Yunus, Allah Swt. berfirman:



“Hari ini Aku selamatkan jasadmu (Fir’aun) agar engkau menjadi pertanda bagi generasi setelahmu. Dan sesungguhnya banyak dari manusia itu yang lalai.”



Allah Swt. berkehendak menjadikan jasad Fir’aun (manusia paling bejat dan durhaka kepada Allah) tetap terjaga hingga dapat disaksikan oleh generasi demi generasi sebagai ibrah/pelajaran. Bagimana si angkara murka yang mengaku sebagai tuhan itu dan dahulu berjaya dan yang diyakini oleh umatnya sebagai yang tak akan mati, kini hanya sesosok jasad tak bernyawa. Ayat di atas jelas sekali sebagai sebuh ajakan bagi bani Israil dan generasi anak Adam untuk menziarahi kubur (tempat) pembaringan terakhir Fir’aun agar menyaksikan secara langsung nasib Fir’aun, dan semua tiran pasti juga akan mengalami nasib serupa. Jadi diselamatkannya jasad Fir’aun untuk tujuan agar ia diziarahi, sebab dengaan berziarah akan didapat ibrah.



B] Mengintakan Akhirat. Ziarah kubur akan memperdalam keyakinan akan hari akhir; yang merupakan salah satu pilar (pokok) Ushûluddîn yang harus diimani. Ketika seorang beriman bahwa di balik kehidupan ini akan ada kehidupan dimana setiap orang akan mempertanggung jawabkaan semua amal perbuatannya dan manusia tidak diciptakan sis-sia tanpa tujuan, maka pasti ia akan menata tujuan hidupnya; ia akan menjauhi yng jelek dan bergegas melaksanakan yang baik. Dalam sebuah hadisnya, Rasulullah saw. bersabda:



“Dahulu aku melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahilah, sebab ia dapat menzuhudkan kalian akan dunia dan mengingatkan akan akhirat.” [2]



C] Mengembangkan Perasaan Cinta Ziarah kubur akan mengembangkan perasaan baik dan cinta kepada kemuliaan. Dalam salah sebuaah hadisnya, Rasulullah saw. bersabda:



“Aku dahulu melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang berziarahlah agar ia menambah kebaikan bagi kalian.” [3]



Dalam hadis lain:



“… maka sekarang berziarahlah sebab ia dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan akan akhirat, dan janganlah kalian berkata-kata yang buruk.”[4]



Butiran air mata yang menetes dari perasaan haru dan cinta akan memperkuat tali ikatan antara yang hidup dengan yang mati, tali ikatan antara individu dan masyaarakat, dengannya keharmonisan, kasih sayang, cinta, dan kabaikan di antara mereka. Hak-hak diberikan dan kewajiban dilaksanakan.



Inilah tiga faedah berziarah ke kuburan. Akan tetapi yang penting kita bicarakan di sini adalah masyrû’iyah ziarah kubur dan kaitannya dengan akidah Islam dan pandangan paraa ulama.



· Arti Ziarah

Secara bahasa kata ziarah artinya menuju dan berjumpa. Kata zârahu, ziyâratan, wa zauran artinya menujunya, pelakunya disebut zâir.[5] Kata mazâr artinya tempat yang diziarahi.

Adapun dalam penggunaan yang berlaku luas ziarah bertujuan mendatangi orang yang diziarahi dengan tujuan menghomati dan berakrab-akrab dengannya.[6]



· Dalil Qur’ani disyar’iatkannya Ziarah Kubur

Allah Swt. telah melarang Nabi-Nya untuk menshalati atas jenzaah orang munafiik dan berdiri di sisi kuburannya.

“Janganlah engkau menshalati seorang pun dari mereka dan jangan berdiri di atas kuburnya, mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mati dalam keadaaan fasik.”(QS. At Taubah;84)

di sini mungkin ada yang bertanya, apa arti “dan jangan berdiri di atas kuburnya”? Apakah berdiri di waktu pemakaman saja? Atau juga diwaktu lin?Jawabnya akan jelas dengan memperhatikan keterangan di bawah ini:

Ayat di atas terdiri dari dua bagian:

Pertama: “Janganlah engkau menshalati seorang pun dari mereka” dan kedua: “Janganlah engkau menshalati seorang pun dari mereka.” Jumlah (bagian) kedua ini di-athaf (digandengkan), maka berdasarkan kaidah bahasa Arab, apapun ketetapan (hukum) yang berlaku jumlah yang di-athaf-i juga akan berlaku atas yang di-athaf-kan. Dalam ayat di atas terdapat kata abadan yang artinya selamanya. Ini meniscayakan ikatan ini (larangan untuk selamanya) juga berlaku untuk berdiri di atas (di sisi) kuburan orang munafik, maka dengan demikian makna ayat tersebut: “Janganlah kamu berdiri di sisi kuburan seorang dari mereka selamanya”! Seperti juga “janganlah kamu menshalati seorang dari mereka selamanya!” Dengan dikira-kirakan adanya kata abadan dalam bagian kedua ayat itu dapat disimpulkan bisa terulangnya praktik itu, dengan demikian berdiri di sisi kuburan tidak terbatas hanya pada waktu pemakaman saja.

Kesimpulan dari makna ayat di atas bahwa Allah Swt. melarang Nabi-Nya dari istighfar (memintakan ampunan dan rahmat) bagi orang munafik, baik dalam shalat maupun di luar shalat dan dari berdiri di sisi kuburannya baik di waktu pemakaman maupun setelahnya.

Darinya dimengerti bahwa menshalati dan berdiri di sisi kuburan seorang Mukmin itu boleh hukumnya, adapun di sisi kuburan orang munafik (kafir tidak boleh). Dan itu artinya dibolehkannya menziarahi kuburan seorang Mukmin dan membacakan ayat-ayat Al Qur’an untuk ruhnya, walaupun ia telah mati beratus-ratus tahun silam.

· Dalil Hadis disyar’iatkannya Ziarah Kubur

Hadis-hadis tentang disyari’atkan dan dianjurkannya menziari kubur kaum Mukmin dan berdo’a untuk penghuninya dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok.

Kelompok Pertama, hadis-hadis yang menyebutkan bahwa penghuni kuburan itu merasakan, mengetahui kedatangan para peziarah, dan mengenal mereka serta menjawab salam mereka.

Di antaranya adalah hadis-hadis di bawah ini:

1) Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw., beliau bersabda:

“Tiada seorang menziarai makam temannya lalu mengucapkan salam atasnya dan duduk di sampingnya melainkan ia membalas salamnya daan merasa tentram dengan kehadirannya sampai ia bangun meninggalkannya.”[7]

Hadis serupa juga diriwayatkan dalam Tahdzîb Târîkh Damasqus-nya Ibnu ‘Asâkir,7/292.

2) Dari Buraidah, ia berkata, “Rasulullah saw. Mengajari para sahabat apabila mendatangi pekuburan hendaknya berkata,

‘Salam atas kalian wahai penghuni rumah-rumah dari kaum Mukminin dan Muslimin, kami insyaalah akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan untuk kami dan untuk kalian.”[8]

3) Aisyah meriwatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

“Tuhanku memerintahkan aku untuk menziarai pekuburan Baqî’ dan memintakan ampunan untuk mereka. ” Aisyah berkata, ‘Wahaai Rasulullah apa yang harus aku ucapkan? Nabi saw. Menjawab, ‘Katakan, ‘Salam atas kalian wahai penghuni rumah-rumah dari kaum Mukminin dan Muslimin, semoga Allah merahmati mereka yang segera penyusul dari kalangan kami maupun yang diakhirkan. Kami insyaAllah akan menuyusul kalian. Kami memohon keselamatan untuk kami dan untuk kalian.”[9]

Kelompok Kedua: Hadis-hadis kelompok ini menerangkan dibolehkannya berziarah setelah sebelumnya pernah dilarang. Di antaranya adalah hadis di bawah ini:

1) Rasulullah saw. bersabda: “Dahulu aku melaraang kalian menziaarahi pekuburan, maka sekarang ziarahilah pekuburan itu, karena di dalamnya terdapat ibrah (pelajaran baik).”[10]

2) Pada suatu hari Nabi saw. menziarai makam ibunda mulia Aminah ra., beliau menangis dan membuat tangis para sahaabat di sekitarnya…. Kemudian beliau bersabda:

“Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarainya, dan Tuhan mengizinkan untukku. Maka ziarailah pekuburan sebab ia mengingatkan akan kematian.”[11]

3) Aisyah menuturkan bahw Nabi saw. Mengizinkaan untuk menziarai pekuburan.[12]

Praktik Salaf Shaleh dalam Ziarah Makam Suci Nabi Muhammad saw. Bertolak Belakang dengan Fatwa Wahhabiyah

Sepanjang sejarah umat Islam, tidak ada yang mempermasalahkan kemasyrû’an menziarai makam suci Nabi saw. selain para penguasa tiran bani Umayyah yang kemudian dilestarikaan oleh Ibnu Taimiyah dan berabad-abad kemudian dijadikan oleh Ibnu Abdil Wahhab sebagai doktrin dasar ajaran Sekte Wahhabiyah yang ia dirikan. Dalam klaim palsunya, seperti klaim dan penyimpangan lainnya, Wahhabiyah selalu mengatas namakan para Salaf Sholeh dari kalangan sahabat, tabi’în dan generasi pertama Islam, sementara itu para Salaf Sholeh itu tidak pernah sejalan dengan klaim Wahhabiyah. Praktik Salaf Sholeh selalu bertentangan dengan doktrin dan penyimpangan Wahhâbiyah. Di bawah ini akan kami sebutkan beberapa cuplikan dokumen penting praktik para sahabat dalam menziarai makam suci, baginda tercinta Rasulullah sw.

(Bersambung)


--------------------------------------------------------------------------------

[1] RH. Al Hakim dalam al Mustadrak,1/375, Kitabul Janâiz/bab tentang jenazah.

[2] RH. Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya,1/501, bab 47 hadis no.1571.

[3] RH. Al Hakim dalam al Mustadrak,1/376, Kitabul Janâiz/bab tentang jenazah.

[4] Ibid.

[5] Kamus al Mishbâh al Munîr:260.

[6] Ibid.

[7] HR. ad Dailami. Baca Kanzul ‘Ummâl,13/656 hadis:42601.

[8] HR. Al Baihaqi dalam as Sunan al Kubrâ,4/131 hadis:7207.

[9] HR.Muslim,3/64 Bab Mâ Yuqâlu ‘Inda Dukhûli al Qubûr/apa yang diucapkan ketika masuk pekuburan, dan Sunan an Nasa’i,3/67.

[10] RH. Al Hakim dalam al Mustadrak,1/375, Kitabul Janâiz/bab tentang jenazah.

[11] HR. Muslim,3/65, Bab Isti’dzân an Nabiy Rabbahu Azza Wa Jalla Fî Ziyârati Qabri Ummihi/permohonan izin Nabi kepada Tuhannya untuk menziarai makan ibunya.

[12] HR. Abu Daud dalam Sunan, Kitab al Janâiz, Bab Ziyâratil Qubûr/kitab tantang jenazah bab menziarai kuburan,2 hadis:1955.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda?