Soal zakat disebutkan dalam al-Quran secara ringkas, bahkan lebih ringkas lagi seprti hal salat. Quran tidak menyebutkan harta yang wajib dizakat, juga tidak menyebut berapa besar zakat itu dan apa syarat-syaratnya. Seperti syarat haul(genab setahun), batas nisab dan gugurnya wajib zakat sebelum nisab . Kemudian datanglah sunnah sebagai penjabaran pelaksaan, baik keterangan itu berupa perkataan ataupun perbuatan. Sunah menyebutkan perincian zakat itu seperti juga halnya salat, sunat tersebut diperoleh dari Rasulullah berdasarkan keterangan yang dapat dipercaya, kemudian disampaikan oleh satu anggatan kepada anggatan lain sampai pada kita. sunah itu tidak mudah difahami tanpa ilmu pendukung lainnya yang memadai, seperti ilmu tafsir, sarf dan ilmu- ilmu lain sebagai penunjang untuk memahami sunnah yang begitu singkat dan sarat maknanya.
Oleh karena itu bila kita belum mencukupi ilmu tersebut wajib bertaqlid (mengikut) pada salah satu mazhab yang empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Sayafi’i dan Imam hambali), agar lebih terpelihara dari kesalahan dan kesilapan serta kesesatan, karena di zaman kita sekarang ini yang penuh dengan kedhaliman sudah susah didapati orang-orang yang mampu menggalikan hukum langsung pada ayat dan al-hadis, bahkan setelah wafatnya Imam Hambali tidak ada lagi orang lain yang berpengetahuan tinggi yang pantas untuk dijuliki sebagai mujtahid muthlaq (yang mampu berijtihad lansung pada al-Qurqn dan al-Hadist), melainkan hanya mampu membaca, berpedoman dan menganalisa pada kitab-kitab yang dikarang oleh mereka.
Maka tulisan ini yang membahas tentang MUSTAHIQ ZAKAT merupakan hasil penukilan dari kitab-kitab yang dikarang oleh ulama yang mengikut mereka, khususnya Ulama syafi’iyah, seperti kitab al-bajuri, fath al-muin dan minhaj ath-thalibin. Dan semoga tulisan ini bisa memberi manfaat untuk kita semua. Amin.
GOLONGAN YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT
Firman Allah.
انما الصدقات للفقراء والمسكينوالعملين عليهاؤالمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغرمين و في سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليهم حكيمز
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan dan Allah maha mengethui lagi bijaksana. (Q.S. At-taubah,9, 60).
Delapan golongan ini merupakan orang-orang yang berhak menerime zakat(mustahiq)dan tidak boleh diserah kepada orang-orang yang tidak termasuk dalam golongan tersebut sebagaimana yang dipahami melalui انما (harf hashar) yang berarti disamping mengkhususkan hukun pada golongan yang delapan dan berfaidah larangan pada orang-orang selainnya sebagaimana dalam qaidah ilmu nahw dibawah ini.
تثبت المذ كور وتنفي ما سواه .
"mengkhususkan sesuatu dalam sebutan, menunjukkan bahwa,mengecualikan yang lain.
Pada hal ini Quran mengkhususkan delapan golongan yang berhak diberi dan menerima zakat, menunjukkan bahwa tidak boleh untuk orang-orang yang tidak termasuk dalam golongan tersebut, karena kalau seandainya boleh, pasti Quran tidak berkata dengan innama yang memberi arti khusus.
Delapan golongan tersebut terkadang tidak didapati semuanya, oleh karena itu, dalam tulisan singkat ini hanya dijelaskan empat golongan saja, yaitu, fakir,miskin, gharim dan amil, karena golongan ini adalah selalu wujud setiap daerah ketika pembahagian harta zakat. Adapun empat golongan lagi (ibnu sabil, muallaf, yang berperang dijalan Allah, mukatab) tidak dijelaskan, karena golongan tersebut jarang kita dapati di masa sekarang.
A. Fakir dan Miskin
Seperti telah disebutkan, sasaran mustahiq sudah ditentukan dalam surah Tahbah, ayat 60, yaitu delapan golongan. yang pertama dan yang kedua , fakir, miskin. Mereka itulah yang pertama diberi saham harta zakat oleh Allah. ini menunjukkan, bahwa sasaran pertama zakat ialah hendak menghapuskan kefakiran (kemelaratan) dan kemiskinan dalam masyarakat Islam. Oleh karena itu Quran lebih mengutamakan golongan ini dan menyatakan ini lebih penting. Mengingat bahwa dalam mengatasi masalah kemiskinan, dan menyantuni kaum fakir miskin merupakan sasaran pertama dan menjadi tujuan zakat yang pertama pula. Rasulullah mengatakan kepada mu'az tatkala ia ditugaskan ke Yaman :
اعلمهم أن عليهم صدقة تؤخذ من آغتيائهم وترد علي فقرائهم.
"Ajarkan kepada mereka bahwa mereka dikenakan zakat, yang akan diambil dari golongan kaya dan diberikan kepada golongan fakir.
1. Pengertian fakir
Fakir ialah mereka yang tidak mempunyai harta dan usaha yang layak untuk memenuhi keperluan sendiri dan keperluan keluarganya, misalnya orang memerlukan sepuluh dirham, tetapi yang ada hanya dua, tiga atau empat dirham, dengan kata lain mereka yang memiliki kurang dari separuh kebutuhannya. Dari definisi tersebut dapat diklasifikasikan fakir kepada tiga golongan, yaitu :
a. Mereka yang tidak mempunyai harta dan usaha samasekali.
b. Punya usaha tapi tidak cocok dengan keadaan dan kehormatannya.
c. Punya harta atau usaha yang layak tapi tidak mencukupi untuk diri dan keluarganya, yaitu penghasilan tidak memenuhi separuh kebutuhannya.
2. Pengertian Miskin.
Yang disebut miskin ialah mereka yang mempunyai harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi keperluan sendiri dan keperluan orang yang menjadi tanggungannya, tapi tidak sepenuhnya tercukupi, seperti misalnya yang diperlukan sepuluh dirham, tapi yang ada hanya tujuh atau delapan dirham, tidak mencukupi sepunuhnya. Atau dapat dikatakan miskin itu ialah mereka yang dapat memenuhi separuh kebutuhan atau lebih, meskipun mereka memiliki harta lebih dari nisab.
Keperluan yang dimaksudkan disini dan pada si fakir ialah seperti sandag, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok lainnya dalam batas-batas yang wajar.
Mencukupi yang dimaksudkan pada dua macam afnaf ini harus mencukupi seumur hidup, yaitu batas umur pada umumnya (umur ghalib 63 th). Misalnya seseorang sekarang berumur 30 tahun dan punya bekal hanya untuk 20 tahun, maka ia termasuk mustahik zakat.
Termasuk dalam katagori fakir atau miskin, ialah :
a. Orang yang punya tempat tinggal layak sekalipun, tetap disebut fakir atau miskin , bila kebutuhan hidup tidak cukup, dan untuk memenuhi segala kebutuhan itu tak perlu ia menjual rumahnya.
b. Mereka yang mempunyai pakaian meski untuk bersolek pada hari-hari tertentu dalam batas-batas yang wajar, ia juga disebut fakir atau miskin.
c. Demikian juga disebut miskin seorang perempuan yang punya perhiasan yang hanya untuk dipakai dengan tidak berlebih-lebihan.
d. Orang-orang yang tidak dapat memanfaatkan harta kekayaannya, misalnya orang berada disatu tempat jauh dari kampungnya (dua marhalah ¬¬ 138 km),dan tidak ada orang yang mau mempiutang kepadnya.
e. Begitu juga orang yang berpiutang secara muajjal (bertempo), ia itu fakir atau miskin karena tak dapat mempergunakan sampai piutangnya dibayar orang. Kedua-duanyanya ini dengan syarat jika tidak ada orang yang mempiutang padanya, tetapi bila ada wajib berutang dan tidak berhak mengambil zakat atas nama fakir ataupun miskin.
f. Mereka yang sedang belajar ilmu syar’i yang wajib, seperti ilmu fikh, ilmu tafsir, hadist atau ilmu-ilmu bahasa dan sastra yang dibutuhkan untuk memahami ilmu syar'i tersebut, yang bila mereka berusaha dapat menghalangi kedisplinan dalam belajar, karena mereka melaksanakan fardhu kifayah, dan juga faidah ilmunya itu tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk seluruh ummat.
Dari penjelasan diatas fakir dan miskin punya dua tolak ukur :
a. Tidak memiliki harta kekayaan yang memcukupi seumur hidup pada umumnya (umur ghalib), bagi mereka yang punya simpanan.
b. Tidak mencukupi kebutuhan hidup dari penghasilan usahanya sehari-hari,bagi mereka yang punya usaha tetap.
Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Tuhfah al- muhtaj menyatakan dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang fakir itulah yang lebih parah keadaannya, beliau bersandar kepada perbuatan Nabi s.a.w yang mendo'akan dirinya agar terlindung dari hudup dalam keadaan fakir dan semoga dihudupkan dalam keadaan miskin.
Apabila zakat diberikan kepada tiap-tiap golongan di atas hendaklah yang menerima (mengqbadh) orang yang selalu shalat, karena menurut fitwa Imam Nawi, orang yang tidak menunaikan salat karena malas, bila diberikan zakat kepadanya harus diterima oleh walinya, tidak boleh diqabadh sendiri sekalipun sah, karena dalam hal ini orang itu sama dengan anak-anak dan tidak rusyd (tidak mengidahkan agama dan harta).
C. Orang Kaya Yang Dilarang Mengambil Zakat
Agar jelas kepada kita bagaimana pandangan ahli fiqh terhadab fakir miskin dan untuk mengetahui lebih jauh kedua afnaf zakat yang terkena fakir miskin itu, perlulah dikemukakan pengertian yang sebaliknya, yaitu pengertian kaya.
Yang disebut orang kaya itu ialah yang berkecukupan tidak berada dalam keadaan kadang-kadang cukup kadang-kadang tidak. Seseorang dianggab kaya atau miskin diukur dari lapang atau sempitnya hidup. Bila ia berkecukupan maka haram untuknya zakat, tetapi kalau ia masih dalam kebutuhan yang wajar, halal baginya mengambil zakat. Kadang seseorang itu kaya hanya dengan penghasilan duapuluh ribu rupiah saja, Ia tidak membutuhkan jutaan meskipun dirinya lemah, dan tanggungannya banyak, orang ini tidak boleh mengambil zakat.
Orang kaya terbagi kepada tiga golongan, yaitu:
1. Kaya dengan harta simpanan, yaitu orang yang punya harta yang mencukupi seumur hidup, yaitu batas umur pada umumnya (umur ghalib 63 th). baik ia peroleh dari waris atau bukan, ataupun dari hasil usaha dan upah kerja, maka ia tak boleh mengambil dari harta zakat. Yang dianggab berkecukupan ialah cukup buat untuk menafkahi diri, keluarga dan tanggungannya.
2. Kaya dengan usaha, yaitu orang yang punya usaha tetap, yang penghasilannya menutupi kebutuhan hidup sendiri dan keluarganya sehari-hari.
3. Kaya harta dan usaha, yaitu orang yang mencukupi kebutuhan hidup sendiri dan keluarganya sehari-hari dari harta simpanan dan penghasilan usahanya.
B. Amil
Sasaran ketiga dari pada sasaran zakat setelah fakir miskin ialah, para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat ialah, mereka yang diangkat oleh pemimpin negara atau perpanjangan tanganya untuk melaksana urusan zakat, mulai dari pada pengumpul sampai kepada bendahara dan penjaganya, juga mulai dari pada pencatat sampai pada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya.
Amil itu adalah pegawai. maka hendaklah pihak pemerintah mengangkat para amil, dan bila tidak diangkat maka itu dianggab amil yang berbuat tabarru’ yang tidak diperbolehkan mengambil upahnya dari zakat. Dan juga bila pemilik zakat membagikan harta zakatnya sendiri, tidak diserahkan kepada pemerintah, maka tidak perbolehkan mengambil upah kerjanya dari zakatnya atas nama amil, karena itu merupakan suatu kewajiban terhadap pemilik zakat pada harta zakatnya.
Para Amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan, semua yang berhubungan dengan pengaturan soal zakat, yaitu soal sensus terhadab orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat diwajibkan padanya. Juga besar harta yang wajib dizakati, kemudian mengetahui para mustahik zakat, berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya. Sebagai seorang amil zakat , ia tidak boleh mengelabkan sedikitpun harta zakat walau hanya sepotong jarum yang kecil.
.
C. Orang Yang Berutang
Sasaran zakat yang selanjudnya sebagaimana dinyatakan dalam ayat Quran, adalah al-Garimun (orang-orang yang berutang).
1. Arti yang berutang.
Gharimun adalah, bentuk jamak dari ghaarim, artinya orang yang mempunyai utang. Orang yang mempunyai utang terbagi kepada dua kategori, masing-masing punya hukum sendiri:
a. Berutang untuk kemaslahatan diri sendiri.
b. Berutang untuk kemaslahatan orang lain (ishlah zatil bain).
a) Orang Yang Berutang Untuk Diri Sendiri
Orang yang berutang untuk diri sendiri adalah ia berutang untuk mepergunakan pada jalan yang dibenarkan oleh agama, seperti untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit dan lain sebagainya.Dengan sifatnya ini, berarti zakat dapat menyalamat masyrakat dari kehancuran dan kebinasaan hidup, dengan sistem ini lebih sempurna, dan lebih mencakup.
Golongan ini diberi untuk membayar segala utangnya dengan beberapa syarat:
a. Ia tidak mempunyai harta kekayaan yang dapat melunasi utangnya, kalaupun ada tetapi tidak cukup yang andaikata membayar utang dengan harta tersebut ia akan jatuh miskin, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi utangnya dengan uang dan benda yang dimilikinya, maka ia tidak berhak menerima bagian dari zakat. Untuk boleh membayar utang dengan harta zakat, bukan berarti ia harus tidak memiliki apa-apa. Dalam hal ini Ulama telah menjelasakan bahwa rumah, pakaian dan kebutuhan pokok lainnya tidak dianggap memiliki apa-apa untuk membayar utangnya. Bahkan bila ia memiliki semuanya itu, ia berhak bagian untuk mebayar utangnya itu.
b. Hendaknya orang itu mempunyai utang untuk melaklaksakan ketaatan atau mengerjakan sesuatu urusan yang diperbolehkan.sedangkan apabila ia mempunyanyai utang kerena kemaksiatan seperti minuman keras, pejudian dan lain-lain perjudian yang diharamkan, maka ia jangan diberi bagian dari zakat. Dan sejenis dengan itu, orang yang berlebih-lebihan dalam memberi nafkah pada diri atau keluarganya walaupun untuk menikmati sesuatu yang diperbolehkan, karena sesungguhnya berlebih-lebihan terhadap hal yang diperbolehkan sampai berutang, diharamkan bagi setiap Muslimin.Orang yang berutang karena maksiat jangan diberi, karena apabila dimeri sama saja dengan menolongnya maksiat kepada Allah S.W.T., merangsang orang lain untuk ikut berbuat maksiat kepadaNya. Sebaiknya ia disarankan untuk bertaubat. Apabila ia bertaubat dengan sebenaa-benarnya dan persangkaan kuat akan benar taubatnya, maka ia berhak menerima zakat, karena sesungguhnya bertaubat itu mengahapuskan perbuatan sebelumnya. Orang yang bertaubat dari suatu dosa, adalah seperti orang yang tidak berdosa samasekali.
c. Hendaknya utang dibayar pada waktu itu. Apabila utangnya diberi tenggang waktu, maka jamgan diberi , karena ia tidak membutuhkannya pada waktu sekarang.
b). Orang Yang Berutang Untuk Kemaslahatan Orang Lain (ishlah zatil bain).
Termasuk golongan kedua dari gharimin adalah, orang-orang yang mempunyai nilai-nilai kemanusiaan tinggi, cita-cita yang tinggi pula, yang masyhur dikalanga masyarakat Islam, mereka itu orang-orang yang berutang karena mendamaikan dua orang atau dua golongan yang bersengketa, misalnya, terjadi dua kelompok besar, seperti antar dua suku, karena bertentangan merebut harta. Kemudian ada orang yang menengahi pertengkaran itu, yang merelakan dirinya berutang untuk mengganti harta yang dipertentangkan itu agar permusuhan segera padam.
Orang ini sesungguhnya telah melakukan perbuatan baik yang luar biasa, maka yang baik adalah beban itu dipikul oleh zakat, supaya jangan mengecilkan orang-orang yang berbuat baik, atau melemahkan kehendaknya, maka untuk itu syariat telah menetapkan kebolehan meminta bayar dari harta zakat, dan telah menetapkan pula bagian untuk mereka dari harta zakat, walupun yang mendamaikan kedua golongan yang bersengketa itu orang kaya. Tetapi apabila orang itu tidak berutang, tapi menggantikan dengan hartanya sendiri, maka tidak diperbolehkan menuntut bayar dari harta zakat, karena ia tidak terikat utang dengan siapapun.
Dan seumpama dengan orang yang mendamaikan antara dua golongan yang bersengketa, orang yang bergerak dibidang kegiatan sosial yang bermanfaat,seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk orang fakir, mesjid untuk mendirikan shalat atau dayah sebagai tempat belajar kaum muslimin, perbuatan lain yang bertujuan untuk melayani masyarakat. Sesunguhnya orang itu telah berkhidmat diri dalam kebaikan untuk kepentingan masyrakat, maka haknya pula harus ditolong dari harta zakat. Perlu ditegaskan lagi, ini semua apabila mereka tidak menyerahkan hartanya secara langsung.
BESAR BAGIAN YANG DIBERIKAN KEPADA SETIAP GOLONGAN
A.Bagian Fakir Miskin.
Fakir atau miskin, bila tidak mempunyai keahlian dalam satu bidang pekerjaan atau usaha, Harus diberi zakat yang dapat mencukupi sampai batas umur seperti umur ghalib pada umumnya, yang dengan zakat tersebut sanggub membeli sesuatu, misalnya membeli sepetak kubun untuk bercocok tanam, sehingga tidak memerlukan lagi untuk zakat dimasa yang akan datang, sebab maksud dari zakat adalah untuk memberi kecukupan, maka tujuan tersebut tidak akan tercapai kecuali denga cara demikian. Bila lewat batas usia yang ditentukan, maka diberi per-tahun.
Kepada mereka yang mampu berbuat sesuatu ketrampilan agar diberi modal untuk menjalankan pekerjaannya itu. Boleh seharga alat-alat yang diperlukan boleh juga lebih. Besar bantuan yang diberikan disesuaika dengan keperluan agar usahanya diperoleh keuntungan. Ketentuan yang diberikan berbeda-beda sesuai tempat, waktu, jenis usaha dan sifat-sifat perorangan.
B. Bagian Untuk Membayar Utang
Orang yang berutang karena kemaslahatan dirinya harus diberi secukupnya, yaitu sejumlah yang tidak sanggub dibayar dengan hartanya sendiri, baik separuh atau seluruhnya. Tetapi bila ia berutang untuk mendamaikan persengketaan, maka boleh diberikan untuk membayar utang seluruhnya dari zakat meskipun ia kaya, sebaimana yang telah dijelaskan dimuka.
C. Besar bagian yang diberikan kepada amil.
Amil itu adalah pegawai, maka hendaklah ia diberi upah sesuai dengan pekerjaannya (ujrah misl), meskipun lebih besar dari batas yang ditentukan, tidak terlalu kecil dan juga tidak berlebihan. Bila satu bahagian yang telah ditentukan tidak mencukupi untuk upahnya, boleh titambah lagi dari harta zakat atau diambil dari kas negara.
Amil tetap diberi zakat meskipun ia kaya, karena yang diberikan padanya adalah imbalan kerja, bukan berupa pertolongan bagi yang membutuhkan. Akan tetapi apabila setiap perbuatan yang dilaksanakan mereka digaji oleh pemerinntah dari kas negara (baitil mal), maka mereka tidak berhak lagi dari harta zakat sebagai upahnya.
Apabila pada seseorang terdapat dua macam sifat yang membolehkan untuk mengambil zakat seperti orang fakir yang diangkat sebagai amil, maka ia tidak boleh mengambil dua bagian dari zakat yang satu, kalau ia mengambil dari bagian fakir maka ia tidak dibenarkan lagi mengambil dari bagian amil. Kepada orang ini alangkah baik mengambil bagian yang lebih besar terhadapnya. Ini dikecualikan apabila dua macam sifat tersebut adalah garim dan fakir, maka apabial ia mengambil atas nama garim yang setelah melunasi utangnya ia masih berstatus fakir, maka boleh mengambil lagi dari bagian fakir, karena yang tidak boleh memgambil dua bagian tersebut sebelum melunasi utang.
SISTEM PEMBAGIAN ZAKAZ
Allah telah menerangkan sasaran zakat dalam quran dan mengkhususkan kepada delapan golongan, sebahagian telah kita jelaskan dan kita terangkan di muka. Masih ada masala yang tersisa yang mesti kita terangkan, yaitu:
a) Wajibkah bagi orang yang membagikan zakat, baik sipemilik lamgsung maupun amil untuk membagikan pada semua golongan yang delapan, dan menyamakan pembagian di antara mereka.
b) Dan wajibkah dibagikan kepada setiap individu dalam tiap-tiap golongan dan menyamakan pembagian diantara mereka.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang masalah ini ada baiknya kita kembali kepada pembahasan Imam Nawawi di dalam kitab minhajuth thalibin, di mana beliau membagi cara pembagian zakat kepada dua cara yaitu, yang di bagi oleh amil atau oleh pemiliknya langsung.
A. Yang Di Bagi Oleh Amil
Bila zakat yang terkumpul yang dibagi oleh amil, ini terlebih dahulu di pandang kepadajumlah zakat, golongan, kebutuhannya serta kebutuhan setiap individu dalam tiap-tiap golongan, adalah sebagai berikut:
1. Apabila harta zakat itu banyak, dan semua golongan ada, kebutuhan setiap golongan baik sama maupun tidak dan kebutuhan setiap individu dalam tiap-tiap golongan sama, maka mestilah dibagikan pada semua mustahiq secara sama dan merata, kecuali bahagian amil karena kepada mereka diberikan upah sebagai imbalan kerja. Tidak satu sasaranpun yang boleh dihalangi untuk mendapatkan, apabila itu merupakan haknya dan benar-benar dibutuhkan.
2. Apabila kebutuhan setiap individu dalam tiap-tiap golongan tidak sama, maka boleh dibagikan menurut hajat kebutuhan,tidak mesti sama.
3. Apabila golongan tersebut tidak ada semua, tapi yang ada cuma sebagiann, maka wajib diberikan semua zakat pada golongan yang ada saja.
4. Apabila harta zakat sedikit, tidak cukup untuk kebutuhan setiap golongan dan individu, maka wajib diberikan kepada yang paling membutuhkannya.
B. Yang Dibagi Oleh Pemiliknya Langsung.
Harta zakat yang banyak yang dibagi oleh pemiliknya lansung dan mustahik terbatas dalam jumlah tertentu, ini pada umumnya sama dengan yang dibagi oleh amil, kecuali:
1. Apabila yang membagikan zakat itu pemiliknya langsung, maka hilanglah bagian untuk amil, dan ia wajib membagikan kepada tujuh golongan yang lain bila ada semuanya, dan apabila tidak, maka wajib diberikan pada semuanya yang ada saja.
2. Pembahagian tidak mesti sama kepada setiap individu dalam tiap-tiap golongan, meskipun kebutuhan antara satu sama lain berbeda.
3. Apabila harta zakat sedikit, tidak cukup untuk kebutuhan setiap golongan dan individu, maka wajib diberikan kepada yang paling membutuhkannya minimal tiga orang.
Apabila bahagian yang diberikan kepada tiap-tiap mustahik ternyata melelebihi dari kebutuhan, maka harta itu harus dikembalikan kepada amil yang selanjutnya diberikan kepada mustahik lain yang masih memerlukan.
Tulisan ini bukanlah suatu keputusan, tetapi merupakan hasil tela’ah dari kitab-kitab muktabar, dan perlu dikaji ulang oleh setiap pembacanya. Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
Samalanga, LPI Mudi mesra
TGK.SULAIMAN HASAN Pantee Raja
penulis adalah staf pengajar pada LPI MUDI MESRA Samalanga,Aceh.Sekarang sedang melanjutkan pendidikan di Hadharamaut.
1 komentar:
tamanzakat hadir untuk memudahkan anda menyalurkan zakat dan infaq, mari salurkan harta anda untuk orang yang berhak menerimanya,
program : pengobatan gratis, ambulance gratis, melahirkan gratis, khitanan gratis, pemodalan usaha, bimbingan belajar gratis
website amil zakat indonesia klik : http://www.tamanzakat.com
Posting Komentar
komentar anda?